Awal kemunculan sinetron bermula dari siaran drama berseri di beberapa radio Amerika sekitar tahun 1930-an. Mayoritas pendengar radio waktu itu adalah ibu-ibu rumah tangga. Sambil mengisi waktu luang atau saat sedang merapikan seisi rumah para, ibu-ibu terbiasa mendengarkan drama serial yang disampaikan radio.
Nampaknya ini menjadi peluang emas bagi perusahaan deterjen dan beberapa produk kebersihan lainnya untuk memasang iklan disela-sela drama berseri tersebut. Oleh karena itu drama serial ini kemudian dikenal dengan soap opera (opera sabun). Setelah kemunculan televisi warna di tengah-tengah masyarakat sekitar tahun 1940-an berkat karya Peter Goldmark, drama berseri yang semula disiarkan di beberapa radio beralih ke televisi namun masih dengan nama opera sabun. Hal yang sama terjadi di Spanyol namun drama seri di Spanyol dikenal dengan telenovela.
Masuk ke
Di Indonesia istilah sinetron dikenalkan pertama kali oleh Bapak Soemardjono, salah satu pendiri Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Sinetron sendiri berasal dari Sinema Elektronik yaitu sebuah tayangan sinema (film) berseri yang ditonton melalui media elektronik (televisi).
Sinetron yang pertama kali muncul di
Berbeda dengan sinetron sekarang yang penayangannya setiap hari, drama Losmen ditayangkan sebulan sekali karena jam siaran TVRI yang masih terbatas. Jadi, untuk menonton episode selanjutnya harus menunggu bulan berikutnya. Meskipun demikian, istilah sinetron baru digunakan pada drama berseri, Jendela Rumah Kita pada tahun 1989.
Tidak lama kemudian muncul televisi-televisi swasta yang diawali oleh RCTI (Rajawali Citra Televisi
Tayangan sinetron pun mulai membanjiri saluran tv swasta. Sebutlah diantaranya Si Cemplon, Si Doel Anak Sekolahan dan masih banyak lainnya. Diantara sinetron-sinetron yang ada pada masa itu, Si Doel Anak Sekolahan adalah sinetron paling populer dan mendapat tempat di hati masyarakat. Sampai akhirnya sinetron Si Doel Anak sekolahan dibuat hingga beberapa sekuel dengan pemeran utamanya, Rano Karno.
Pergeseran Tema
Memasuki tahun 1995 hingga 1998, tema sinetron sedikit bergeser.
Berikutnya di tahun 1998, Multivision Plus sebagai salah satu perusahaan pembuat film di
Era Religi
Era Millenium, yang ditandai pergantian tahun dari 1999 ke 2000 menjadi puncak bagi dunia sinetron Indonesia. Tema sinetron lebih beragam, mulai dari horor sampai kehidupan masyarakat
Sinetron religi dalam artian sinetron bernafaskan Islam pertama kali muncul di televisi swasta berawal dari beberapa sinetron religi karya Dedy Mizwar tahun 1992 diantaranya Abu Nawas, Hikayat Pengembara dan Mat Angin. Diluar dugaan Ketiga sinetron ini bisa memikat hati pemirsa. Buktinya sinetron ini bertahan sampai puluhan episode. Abu nawas mencapai 52 episode sedangkan Hikayat Pengembara menembus lebih dari 100 episode.
Sinetron religi kemudian melejit meramaikan telivisi nasional berbarengan dengan sinetron lainnya pada era millenium. Namun sayangnya sinetron religi pada masa itu jauh dari label keislaman sebagaimana yang diajarkan dalam Islam. Aroma mistik muncul menghisasi sinetron seperti Taubat, Rahasia Ilahi, Takdir Ilahi, Kuasa Ilahi, Misteri Ilahi, dan insyaf. Mistik tampak bagaimana siksa kubur yang diderita si mayat dipertontonkan kepada masyarakat.
Maraknya sinetron berbau mistik di
"Bagaimanapun konteks paling kuat yang melatarbelakangi maraknya sinetron religius adalah kekuatan pemodal di balik proses produksinya (production house, pengelola stasiun televisi, dan pengiklan) yang menjadikan Islam sebagai komoditas untuk diperdagangkan," ujarnya.
Kajian yang dilakukan Muzayin menyimpulkan beberapa temuan tentang representasi Islam dalam sinetron religius yaitu Islam memandang sesuatu secara ekstrim, hitam dan putih. Hal ini sering ditampilkan dengan penggambaran tokoh protagonis secara ekstrim baik, tanpa cacat sedikitpun, sebaliknya tokoh antagonis secara ekstrim buruk, tanpa kebaikan sedikitpun.
Selain itu seringkali, kepasrahan tampil secara ekstrim tanpa perjuangan atau usaha apapun, cukup berpasrah diri, kesuksesan hidup akan datang dengan sendirinya, Taubat bisa dilakukan secara instan, cukup dalam sekali langkah, seseorang akan langsung baik. Perempuan sering ditampilkan sebagai sumber masalah, baik secara personal maupun sosial. Islam direpresentasikan sebagai agama yang irasional dan penuh kegaiban.
Warna negatif ini terus berlanjut hingga tahun 2009. Tercatat sejumlah sinetron religi seperti Muslimah dan Hareem disebut oleh banyak kalangan telah menodai citra Islam. Bahkan Majelis Ulama Indonesia melalui KPI telah menegur tayangan tersebut.
Maraknya sinetron religi di negara